RUANGPOLITIK.COM-Sejumlah proyek yang dikerjakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengalami gagal bayar atau wanprestasi. Salah satunya proyek konstruksi bangunan Gedung Alsintan yang digarap perusahaan swasta lokal CV Lintang Raya Timur setelah mendapat kontrak pengerjaan dari BUMN PT Boma Bisma Indra (persero).
Boma Bisma Indra (Persero) mendapat limpahan sub-kontrak dari sesama BUMN, yakni PT. Barata Indonesia (Persero). Nilai kontrak ini senilai Rp4,98 miliar. CV Lintang selaku pengerja proyek tersebut ternyata tak mendapatkan bayaran. Padahal, proyek sudah dikerjakan hingga 50 persen.
Terkait hal ini, Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menilai caranya menyelesaikan persoalan tersebut dengan menemui langsung Menteri BUMN Erick Thohir. Lalu meminta agar tagihan proyek tersebut dibayar.
“Satu caranya, enggak ada yang lain. Cari Erick Thohir! Minta dibayar,” ujar Margarito dalam sebuah diskusi “Kinerja BUMN: antara Prestasi dan Wanprestasi” di Jakarta, dikutip Rabu (22/6/2022).
Berita Terkait:
Tersingkir Dari NasDem, Pengamat: Nama Erick Thohir Akan Meredup
Elektabilitas Muhaimin Rendah, CSIIS: PKB Sudah Saatnya Rangkul Erick Thohir
NasDem Umumkan Anies, Andika dan Ganjar Sebagai Capres, Erick Thohir Tersingkir
Erick Thohir Matangkan Sembilan Program Peringatan Satu Abad NU
Margarito menuding Erick Thohir tak memiliki kapabilitas dan kemampuan untuk menjadi Menteri BUMN berkaca dari kasus ini. Sebab Erick dianggap tak bisa membereskan aspek korporasi, akuntabilitas, transparansi sehingga masalah yang merugikan pengusaha kecil kerap terjadi.
“Dari apa yang terjadi ini, kita sudah mendapat alasan untuk meragukan kapabilitas Erick membangun BUMN. Sebaliknya, kita ada alasan untuk mengatakan Erick memiliki kemampuan dalam merusak BUMN,” kata Margarito.
Ia menambahkan Erick juga gagal menjalankan visi dasar BUMN untuk mensejahterakan dan meringankan beban negara. Hal ini terjadi di tengah kampanye pencitraan meraih elektabilitas yang dilakukan Erick Thohir.
“Kalau visi dasarnya begitu, tapi ternyata kebelit utang enggak dibayar. Terus kita mau apa? Baru jadi menteri BUMN saja seperti ini, bahaya kalau menjadi Presiden,” kata Margarito.
Hal senada diungkapkan pengamat politik dan anggaran, Uchok Sky Khadafi. Menurutnya, kinerja BUMN memang sangat mengenaskan. Ia bahkan menuding laporan keuangan perusahaan dibuat tak tertib. Laporan keuangan perusahaan yang tersaji saat ini masih laporan tahun 2020, padahal saat ini sudah 2022.
“Misalnya anual report PLN. Itu yang tahun 2020. Yang 2021 dan 2022 tidak ada. Demikian juga Garuda Indonesia. Bagaimana kita mau melihat. Beda dengan jaman SBY kita gampang melihat laporan keuangan BUMN update tiap tahun,” kata Uchok.
Ia mengaku heran perusahaan BUMN bermasalah dan tidak sehat malah menang dalam tender proyek. Tapi pengerjaannya dilakukan perusahaan lokal yang seperti dijebak hingga mengalami kerugian.
“Makanya heran. Kok yang menang BUMN padahal perusahaan BUMN itu bermasalah dan dililit hutang. Lalu yang ngerjakan proyek perusahaan kecil-kecil, tapi ujung-ujungnya mereka tidak dibayar haknya karena uang yang masuk disedot buat bayar hutang” ujar Uchok.
“Ini licik-licikan. Menginjak masyarakat. Buat bayar hutang perusahaan negara. Bukannya membantu masyarakat malah menginjak masyarakat.”
Editor: Lis K
(RuPol)