RUANGPOLITIK.COM-Pengamat Politik dari Citra Institute, Efriza menilai kritikan yang dilontarkan politikus PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu terhadap Menteri BUMN Erick Thohir menunjukan kekhawatiran partai politik terhadap bandul politik yang bergerak condong terhadap calon profesional tanpa partai.
“Indonesia sejak Reformasi menguatnya partycracy, kedaulatan di tangan partai. Semua kanal dikuasai partai. Tetapi partai malah gagal berfungsi dan berperan dalam rekrutmen politik,” kata Efriza, kepada RuPol, Senin (16/5/2022).
“Akhirnya terdesain pada seolah adanya kekosongan figur yang layak untuk memimpin Indonesia,” sambungnya.
Lebih lanjut, Efriza mengatakan, terkait calon independen politisi saat ini malah memunculkan bahasa baru yakni calon perseorangan.
Berita Terkait:
Tingkat Kepuasan Publik Terhadap Kinerja Jokowi Menurun, Demokrat: Alarm Bahaya Buat Pemerintah
Sentil BUMN Saat Ini Seperti Parpol, Masinton: Kebanyakan Wajah Menteri Narsis!
Cibir Erick Thohir Sering Kampanye, Masinton: di Mana-Mana Majang Foto
Masinton Pasaribu Sebut Menteri Harus Prioritaskan Jokowi, Bukan Narsis!
Figur Profesional terbuka diusung oleh partai, jadi kran munculnya banyak calon terbuka, itu yang diungkapkannya terbukti dengan naiknya Boediono sebagai Wapres kala itu saat periode Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Kesempatan partai politik memperoleh kesempatan yang sama mengajukan calon pun dikikis dengan nama koalisi,” ungkapnya.
Lebih ironinya lagi partai politik dalam memutuskan calon, maupun pasangan calon di menit terakhir, padahal nama itu sudah beredar sejak lama, artinya sekadar biar dianggap perlu pemikiran matang. Menjadi salah satu contoh gagalnya peran partai politik.
Kegagalan partai politik dalam berperan nyata bagi masyarakat untuk mempersiapkan calon pemimpin, kegagalan partai dalam fungsi rekrutmen itulah yang digantikan perannya oleh masyarakat sipil, dengan mendorong sosok independen (profesional) dilirik oleh partai politik.
“Seperti Figur Erick Thohir, Anies Baswedan dan Ridwan Kamil,” ucap Efriza.
Sekarang ini, kata Efriza, patut dicurigai, was-wasnya PDIP karena banyak figur profesional, sedangkan di tubuh PDIP yang elektabilitasnya tinggi, Ganjar Pranowo malah cenderung ditepikan karena kekuatan Puan Maharani sebagai anaknya Ketua Umum Partai Politik.
Namun, Ganjar pun mulai perlahan menurun hasratnya untuk didukung oleh masyarakat karena khawatir kecewa Ganjar tak akan dapat dukungan politik dari PDI Perjuangan.
“Sehingga wajar akhirnya masyarakat mencari figur lainnya selain memang figur lain potensial juga mengkritisi partai politik untuk menawarkan figur yang fresh, kinerjanya memperoleh simpatik dan elektabilitas dari publik,” tuturnya.
Oleh karena itu, menurut Efriza, sebaiknya Masinton mendorong dan mengkritisi PDI Perjuangan untuk tidak memutuskan di menit terakhir tentang calon dan juga lebih mengikuti maunya masyarakat.
“Yakni dengan mengajukan Ganjar Pranowo dibandingkan menyerang figur lain berdasarkan elektabilitas,” imbuh Efriza. (AFI)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)