RUANGPOLITIK.COM-Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah mengkritik aturan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden yang masih berlaku dalam Pilpres 2024.
Menurutnya, para capres 2024 semestinya berani mengupayakan agar ketentuan tersebut dihapus. “Seharusnya para capres mengupayakan agar aturan 20% ambang batas pencalonan presiden dihapuskan,” kata Fahri kepada wartawan, Minggu (1/5/2022).
Fahri berpandangan, para capres tersebut bisa dianggap mempunyai harga diri jika menolak aturan presidential threshold 20 kursi DPR RI atau 25 persen suara sah nasional dalam pemilu sebelumnya tersebut.
Para capres juga bisa dianggap punya harga diri dan layak didukung kalau mereka menolak tiket kedaluwarsa untuk dijadikan tiket Pilpres 2024.
Berita Terkait:
Persaingan Sengit Capres 2024, Burhanuddin Muhtadi: Ada Tiga Nama Teratas
Survey SMRC: Orientasi Pemilih Indonesia Cenderung Ke Nasionalis
Survei CSIIS Capres 2024, Khofifah Paling Banyak Dipilih Warga NU
Survey CSIIS: Suara PKB Tergerus di Kalangan Nahdliyin
“Capres yang meminta dukungan partai lain dan mengikuti aturan 20% presidential threshold diibaratkan mengemis tiket palsu. Hal ini juga menjadikan para capres terlihat tidak memiliki kualifikasi. Ikut-ikutan mengemis tiket palsu membuat mereka nampak tidak punya kualifikasi sama sekali,” tuturnya.
Mantan Wakil Ketua DPR RI ini menilai bahwa presidential threshold semakin melanggengkan oligarki politik sekelompok elite. Sayangnya, para kandidat capres hari ini belum menyadari bahwa mereka hanya diiming-imingi tiket pilpres palsu.
“Di akhir Ramadhan, para capres belum sadar juga bahwa mereka tidak punya tiket dan mereka diiming-imingi tiket palsu oleh oligarki!” tegasnya.
Fahri menjelaskan bahwa dalam konteks presidential threshold, selain lebih memperkuat peran oligarki politik sekelompok elite, juga telah mengabaikan keterwakilan rakyat Indonesia dari berbagai daerah.
“Aturan ambang batas untuk capres hanya mempersempit peluang munculnya capres alternatif dari yang sudah dikenal selama ini.” Apalagi, sambung Fahri, capres yang ditawarkan partai politik di parlemen, bukanlah sosok yang memiliki ide untuk membangun bangsa.
“Nanti kita bicara tentang capres yang bukan ide lagi yang dijual, (tapi) menawarkan bahwa saya punya uang dan saya punya bohir (pemodal). Kira-kira begitu yang sekarang terjadi,” tutupnya. (BJP)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)