RUANGPOLITIK.COM-Korban gempa di Jembatan Panjang, Nagari Kajai, Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, Sarli (64), membangun hunian tempat tinggal secara mandiri demi bisa memiliki rumah saat Lebaran/Idul Fitri 1443 Hijriah nanti.
“Bantuan tidak kunjung datang. Saya memberanikan diri membangun tempat tinggal berukuran 5×6 meter walaupun sebagian menggunakan uang pinjaman. Terpenting sekali keluarga kami bisa berkumpul saat Lebaran nanti,” kata Sarli ketika ditemui sedang bergotong royong membangun rumahnya, di Nagari Kajai, Jumat (22/4/2022)
Sarli (64), salah seorang warga korban gempa di Pasaman Barat membangun hunian tempat tinggal secara mandiri demi bisa memiliki rumah yang nyaman saat Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran 1443 Hijriah.
Rumah miliknya di Jembatan Panjang, Nagari Kajai, Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat runtuh akibat gempa 6,1 magnitudo pada 25 Februari 2022 lalu.
Berita Terkait:
PKS Terjunkan 1.000 Relawan Bantu Korban Pascagempa Pasaman
Kemenag Salurkan Bantuan Gempa Pasaman Barat Rp2,35 M
BPBD Sumbar: Enam Orang Meninggal Dunia Gempa Pasaman Barat
Bantu Penanganan Pasca Gempa, Kemenag Kirim Ambulans ke Pasaman Barat
Ia berniat saat merayakan momen Lebaran nanti, keluarganya sudah memiliki rumah yang layak, karena bantuan yang tidak kunjung datang.
“Bantuan tidak kunjung datang. Saya memberanikan diri membangun tempat tinggal berukuran 5×6 meter walaupun sebagian menggunakan uang pinjaman. Terpenting sekali keluarga kami bisa berkumpul saat Lebaran nanti,” kata Sarli ketika ditemui di Nagari Kajai, Jumat (22/4/2022).
Sarli mengatakan ketimbang membeli baju baru, ia lebih baik membangun rumah baru yang layak saat Lebaran meskipun dengan modal seadanya.
Sarli dan keluarga bergotong royong membangun rumahnya memakai rangka baja ringan, dinding GRC, beratapkan seng dan memilih pintu dan jendela bekas rumah yang runtuh serta membeli sedikit batu bata.
“Tukang yang mengerjakannya anak dan saudara kita yang sudah biasa merakit baja ringan. Saat ini atap rumah sudah terpasang dan pengerjaan rangka serta memasang pintu dan jendela,” ujarnya.
Ia menuturkan nekat membangun hunian tersebut karena bantuan tidak kunjung didapatkannya. Jangankan hunian sementara, tenda darurat yang layak saya tidak ada, kata Sarli.
Padahal, katanya, para petugas sebelumnya telah datang menemui mereka untuk mendata dan meminta KK. Namun, hingga kini menginjak dua bulan bantuan tersebut tak kunjung tiba.
“Selama ini kami dua keluarga atau lima orang tidur di sudut-sudut rumah yang runtuh, dapur rumah dan warung yang ada di sebelah rumah,” katanya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara.
Untuk membangun rumah miliknya, Sarli harus mengeluarkan biaya hingga Rp18 juta, yang berasal dari modal seadanya dan pinjaman.
Salah satu anaknya, Jasril (35) yang turut membantu membangun rumah menargetkan hunian tetap itu sudah rampung saat Lebaran nanti.
“Kita baru empat hari mengerjakan rumah ini. Ditargetkan saat lebaran kami sudah bisa tinggal di rumah yang berukuran seadanya ini,” katanya.
Ia mengatakan keluarganya tidak mau berharap banyak dari uluran tangan pemerintah, karena selama dua bulan bantuan hunian tak kunjung didapat. Padahal, katanya, tetangga sebelahnya sudah terlebih dahulu mendapat bantuan hunian sementara.(AP)
Berbagai Sumber